Selasa, 30 April 2013

Sekilas Pendidikan di Indonesia



Opini saya tentang sedikit masalah dasar pendidikan di Indonesia. 

Pendidikan di Indonesia sejak dini telah memberatkan para siswanya untuk menguasai beberapa materi pelajaran, mereka di tuntut untuk bisa dan mendapatkan nilai yang baik. Ketika mereka tidak bisa mendapatkan nilai yang baik, mereka akan berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan nilai yang baik dan mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang baik. Contoh yang terpuji adalah dengan belajar dengan giat, namun kenyataanya kebanyakan siswa melakukan hal yang tercela, misalnya mencontek, copy paste, dan lain sebagainya. Hal ini tentunya awalnya didasari pada rasa tertekan dan kurangnya kesadaran diri sehingga mereka berbuat seperti itu. Jadi, pendidikan di usia dini seharusnya mengedapankan kebebasan anak untuk berfikir sesuai naluri idenya, sebagai pendidik harus selalu memberikan apresiasi, motivasi, dan nilai yang baik apapun itu hasilnya. Karena ketika anak mendapatkan apresiasi dan nilai yang baik, mereka akan terpacu untuk melakukan hal yang lebih baik lagi, mereka akan bersemangat dan mengembangkan ide mereka sendiri tanpa harus mencontek atau copy paste. Pendidik juga harus mampu membantu menumbuhkan kesadaran anak tanpa harus  mengekang, mengatur atau melarang terlalu ketat. Berikan kebebasan aktifitas untuk anak usia dini. ( Usia 2-10 tahun ). 

Jumat, 26 April 2013

Kerinduan pada Ibu

Ketika aku merindukan kehadiran beliau, aku hanya bisa menangis.
Mengingat kembali masa dulu, dan membayangkan beliau saat ini sedang bersama denganku, menemaninku, dan mendengarkanku bercerita.
Aku selalu berandai jika beliau masih ada di dunia ini bersamaku, akan ada yang mengarahkanku dan menasehatiku, akan ada yang menenangkanku dan membelaku.
Tapi semua itu hanya pengandaian yang tak akan pernah terwujud sampai aku berada dalam dunia yang sama seperti beliau.

Sabtu, 20 April 2013

KONSEP PENDIDIKAN INDONESIA, UNESCO, DAN JEPANG


Nama     : Ani Marisah
NIM       : 2012002109
Kelas     : PBI-6C

ACADEMIC PAPER
PERBANDINGAN KONSEP PENDIDIKAN DI INDONESIA DENGAN UNESCO DAN JEPANG

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah hal terpenting yang harus dibangun sejak usia dini untuk mewujudkan manusia-manusia yang berkualitas dalam membangun pembangunan negara. Tuntutan masyarakat akan kebutuhan pendidikan membuat pendidikan terus berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan menjadi kunci kemajuan dan keberhasilan dari suatu pembangunan sebuah negara. Dalam mewujudkan proses dan sistem pendidikan yang mempunyai karakter, harus sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia dan diperlukan penerapan konsep-konsep pendidikan seperti Ki Hadjar Dewantara.
Pada era globalisasi ini pendidikan terus berkembang, dan sangat dengan mudahnya kita bisa mempelajari konsep pendidikan di negara lain. Namun sangat disayangkan karena masyarakat Indonesia kurang bisa memfilter materi-materi/konsep yang masuk ke Indonesia. Semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang mulai mengadopsi konsep-konsep pendidikan dari luar negeri, misalnya konsep pendidikan dari UNESCO membuat pendidikan di Indonesia kehilangan karakternya, contohnya kearifan lokal. Akibatnya banyak pejabat atau petinggi negara yang menyeleweng dari tanggungjawab tugasnya. Sebagai generasi muda seharusnya kita segera tersadar dengan keadaan pendidikan zaman sekarang ini yang membuat pendidikan di Indonesia mengalami masalah yang mengakibatkan bangsa dan masyarakat kehilangan jatidirinya. Kita harus mampu melihat, kritis, dan mulai membenahi pendidikan di Indonesia dengan kembali menerapkan konsep-konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara sehingga aspek-aspek sosialitas dan kemanusiaan mulai tumbuh kembali.

B.     Rumusan Masalah
Ø  Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Ø  Konsep Pendidikan UNESCO
Ø  Konsep Pendidikan Fukuzawa Yukichi
Ø  Perbedaan konsep-konsep pendidikan di Indonesia (Ki Hadjar Dewantara), UNESCO, dan Jepang (Fukuzawa Yukichi)


BAB II PEMBAHASAN

A.    Konsep Pendidikan di Indonesia (Ki Hadjar Dewantara)
Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah eksistensi manusia. Filsafat eksistensialisme menyebutkan bahwa manusia bersifat terbuka dalam arti manusia adalah eksistensi yang tidak pernah selesai untuk dibentuk. Eksistensi manusia adalah potensi kemanusiaan yang tidak pernah selesai untuk berkembang.
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), humanisasi menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, berbudaya, dan sebagai manusia yang utuh berkembang (pengangkatan manusia ke taraf insani). Manusia sebagai makhluk yang utuh terdiri dari besaran fisikal, psikologikal dan spiritual. Dalam besaran-besaran tersebut terdapat sifat universalitas, kemerdekaan, dan martabat. Juga memuat potensi kemanusiaan yang kompleks yaitu daya cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (konatif). Bahasa asingnya, “educate the head, the heart, and the hand !”
Berdasarkan konsep eksistensi manusia tersebut Ki Hadjar Dewantara mengembangkan prinsip-prinsip yang bersifat konsepsional, operasional, dan fatwa. Sehingga memunculkan ajaran-ajaran yang mulia untuk proses pendidikan sesuai dengan kepribadian dan kebudayaan bangsa yang akan membangun karakter bangsa. Ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut ialah :
1.      Yang bersifat konsepsional :
-          Tri Pusat Pendidikan ( kegiatan pendidikan yang dilakukan di dalam keluarga, di sekolah dan di dalam masyarakat)
-          Sistem Among dengan semboyan Tut Wuri Handayani (suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendi kodrat alam dan kemerdekaan atau biasa
-          Trikon; kontinyu, konsentris, dan konvergen (kontinyu artinya bahwa pembelajaran dan pengolahan budaya harus berkesinambungan tiada terputus, dan itu akan memberi manfaat bagi kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konvergen artinya dalam olah budaya, kita dapat mengambil/mengadopsi budaya luar yang bermanfaat untuk dialkulturisasi dengan budaya kita. Konsentris artinya dalam pergaulan budaya global, kita harus selalu berorientasi pada akar budaya sendiri sebagai sumber kepribadian).
-          Trilogi Kepemimpinan; Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani (dalam bidang pendidikan biasa diintreprestasikan dengan fungsi guru sebagai teladan, dinamisator, dan motivator. Dalam bidang politik dan kemasyarakatan diartikan sebagai menjadi seorang pemimpin harusnya bisa memberikan contoh teladan, di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama, di belakang memberi daya semangat dan dorongan)
2.      Yang bersifat operasional :
-          Tri Pantangan : pantang menyalahgunakan kekuasaan/wewenang, pangtang menyalahgunakan keuangan, pantang melanggar kesusilaan.
-          Tri sentra pendidikan : pendidikan di keluarga, sekolah, dan masyarakat
-          Tri Hayu : mamayu hayuning sarira, bangsa, manungsa (Apapun yang diperbuat oleh seseorang, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya dan bermanfaat bagi umat manusia di dunia pada umumnya).
-          Tri Saksi Jiwa : cipta, rasa, karsa (Kognitif/pikiran, afektif/perasaan, konatif/niat,perbuatan yang membuahkan hasil)
-          Tri nga : ngerti, ngrasa, nglakoni (Ngerti : mengetahui dan sadar terhadap segala macam peristiwa yang terjadi di lingkungan dan mampu menyesuaikan secara tepat keadaan yang terjadi di sekitarnya, Ngroso : menyadari, dalam arti mampu berpikir dan mengilhami secara mendasar berbagai aturan dan ketetapan yang akan dilaksanakan esok. Berfikir luas dan dapat memberikan gambaran yang baik tentang keadaan yang akan ditempuh kemudian hari, sehingga mampu bersikap hati-hati terhadap tindak tanduk yang akan dilakukannya atau dari negara lain, Nglakoni : mampu menindaklanjuti secara cepat, tepat, dan bersedia belajar dari setiap orang yang ada di sekitarnya. Dalam arti bukan hanya banyak memberi komentar atau memberikan ide-ide saja namun mampu melaksanakan setiap gagasan-gagasan dan aturan yang telah disepakati),
-          Tri ko : kooperatif, konsultif, dan korektif
-          Tri Juang : berjuang memberantas kebodohan, kemiskinan, dan ketertinggalan
-          Tri N : niteni, nirokke, nambahi (Niteni : memahami apa yang telah terjadi dan di ajarkan dari hal yang terkecil, Nirokke : menirukan ilmu/ajaran yang telah kita dapat, Nambahi : menambahi ilmu/ajaran yang telah didapat guna menaikkan kualitas bangsa agar mempunyai karakter dan berbeda dari Negara lain)
3.      Yang berupa fatwa :
-          Lawan sastra ngesti mulya : dengan ilmu pengetahuan/budaya mencita-citakan kebahagiaan, dan kesejahteraan
-          Suci Tata Ngesti Tunggal : Dengan suci hati, dalam keadaan yang teratur, tertib, mencita-citakan persatuan, kesempurnaan.
-          Ning-neng-nung-nang : dengan fikiran yang hening, tenang, diam tidak mudah emosi, memiliki keteguhan, kekuatan hati akhirnya memperoleh kemenangan.
-          Ngandel-kendel-bandel-kandel :percaya kepada Tuhan, percaya diri, berani karena benar, tahan banting tidak mudah putus asa, dan tebal kepercayaan serta imannya.
-          Bibit-bebet-bobot : dalam membentuk keluarga yang baik dan sejahhtera perlu memperhatikan : bibit (anak), bebet (orangtua, asal usul dari keluarga baik ataukah tidak, mempunyai penyakit menurun ataukah tidak, dst), bobot (mutu atau kualitas )
-          Hak diri untuk menuntut salam dan bahagia : setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh kebahagiaan, dan kesejahteraan.
-          Alam hidup manusia adalah alam hidup perbuatan : bahwa manusia hidupnya tidak terlepas dari keadaan alam, ekologi. Manusia yang mampu menyatu dengan alam itulah yang dapat bahagia.
-          Dengan bebas dari segala ikatan dan dalam kesucian, kita berhamba kepada anak
-          Tetep-antep-mantep : Tetep, ketetapan hati tetap pada pendirinnya tidak tergoyahkan oleh pengaruh negatif; antep, mempunyai bobot alias bermutu; mantep, tetap pada pilihannya.

B.     Konsep Pendidikan UNESCO
UNESCO memiliki 4 konsep pendidikan dalam memgembangkan peserta didiknya, yaitu :
1.      Learning to know : pendidikan adalah usaha untuk mencari agar mengetahui dan menguasai informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Pendidik harus mampu berperan sebagai informator, organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator bagi siswanya, sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya.
2.       Learning to do : Pendidikan merupakan proses belajar untuk menguasai keterampilan, melakukan sesuatu yang akan menghasilkan perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor. Maka dalam proses belajar mengajar diperlukan fasilitas dan di desain secara aplikatif guna mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki manusia serta bakat dan minatnya.
3.       Learning to be : Pendidikan diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan jatidiri, pengembangan diri secara maksimal dengan di dasari rasa percaya diri. Menyangkut bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak, dan kondisi lingkungannya. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil sebagai proses pencapaian aktualisasi diri.
4.       Learning to live together : Pendidikan diartikan sebagai proses belajar untuk hidup bermasyarakat. Saling memahami, menghormati dan bekerja dengan orang lain, mengakui ketergantungan, hak dan tanggungjawab timbal balik yang melibatkan partisipasi aktif warga. Yang mempunyai tujuan bersama menuju kerekatan sosial, perdamaian dan semangat kerjasama demi kebaikan bersama/ Negara.

C. Konsep Pendidikan di Jepang (Fukuzawa Yukichi)
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Pendidikan adalah sesuatu yang luhur karena di dalamnya mengandung misi kebajikan dan mencerdaskan. Pendidikan merupakan proses kegiatan belajar-mengajar dan proses penyadaran serta sarana untuk menjadikan manusia sebagai “manusia yang sadar diri” dalam generasi itu. Artinya, menjadikan manusia itu “mengerti” apa yang seharusnya diperbuat dan apa yang tidak, memahami yang baik dilakukan dan yang jelek ditinggalkan, serta mengetahui mana yang merupakan hak dan mana kewajiban.
Pendidikan di Jepang di lakukan di kuil. Pendidikan dilaksanakan dengan system wajib belajar :
Ø  Pertama, sekolah dasar (SD) wajib selama enam tahun dan tidak dipungut biaya. Bertujuan untuk menyiapkan anak menjadi warga yang sehat, aktif menggunakan pikiran, dan mengembangkan kemampuan pembawaannya.
Ø  Kedua, sesudah SD ada sekolah lanjutan pertama selama tiga tahun, punya tujuan untuk mementingkan perkembangan kepribadian siswa, kewarganegaraaan, dan kehidupan dalam masyarakat serta mulai diberikan kesempatan belajar bekerja.
Ø  Ketiga, setelah sekolah lanjutan pertama, ada sekolah lanjutan selama tiga tahun. Bertujuan untuk menyiapkan siswa masuk perguruan tinggi dan memperoleh keterampilan kerja.
Ø  Keempat, universitas harus berperan secara potensial dalam mengembangkan pikiran liberal dan terbuka bagi siapa saja, bukan pada sekelompok orang.

Pendidikan dimulai dengan kesejahteraan siswa dan guru sehingga menciptakan korelasi yang saling mendukung dan berkualitas. Pendidikan di Jepang mengajarkan untuk saling menghargai jasa orang lain, pekerjaan orang lain, perlunya setiap orang harus berusaha, punya semangat yang tidak pernah luntur, tahan banting, dan tidak mau menyerah oleh keadaan, yang terkenal dengan semangat bushido (semangat kesatria).

Pendidikan di Jepang adalah bangsa literal dan minat baca yang tinggi Masyarakat di Jepang mempunyai kesadaran yang tinggi akan pendidikan sehingga mereka rajin untuk membaca. Membaca bagi kebanyakan orang Jepang bukan merupakan kegiatan yang dipaksakan, tetapi karena dalam diri mereka telah tertanam suatu sifat kebutuhan akan bacaan. Ciri utama bangsa Jepang yaitu kehausan yang tak pernah puas akan pengetahuan. Sebagai.
Jepang dan masyarakatnya mempunyai prinsip pendidikan seperti :
Ø  Pertama, perhatian pada pendidikan datang dari pelbagai macam pihak.
Ø  Kedua, sekolah Jepang tidak mahal.
Ø  Ketiga, di Jepang tidak ada diskriminasi terhadap sekolah.
Ø  Keempat, kurikulum sekolah Jepang amat berat.
Ø  Kelima, sekolah sebagai unit pendidikan.
Ø  Keenam, guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan.
Ø  Ketujuh, guru Jepang penuh dedikasi.
Ø  Kedelapan, guru Jepang merasa wajib memberi pendidikan “manusia seutuhnya”.
Ø  Terakhir, guru Jepang bersikap adil.
Dengan prinsip-prinsip tersebut akhirnya membuat pendidikan di Jepang mempunyai kesadaran dan potensi yang luar biasa, yaitu :
(1) Minat masyarakat yang besar sekali pada pendidikan;
(2) prestasi kognitif dan motivasi siswa relatif setaraf;
(3) prestasi kognitif siswa rata-rata tinggi;
(4) munculnya pelajaran ide egalitarianisme;
(5) perubahan sosial yang egalitarian;
(6) timbulnya kesamaan yang sama bagi semua lapisan masyarakat.

D. Perbedaan Konsep-Konsep Pendidikan di Indonesia (Ki Hadjar Dewantara), UNESCO, dan Jepang (Fukuzawa Yukichi)
Indonesia menggunakan konsep eksistensi manusia = potensi kemanusiaan yang tidak pernah selesai untuk berkembang. Menurut saya berarti memiliki arti bahwa dalam dunia pendidikan, manusia tidak hanya mementingkan proses belajar-mengajar saja yang sekedar tahu, mengerjakan, mengembangkan keterampilan, menjadi diri sendiri, memahami namun juga mementingkan kebudayaan serta norma-norma yang berlaku di Indonesia untuk membangun manusia yang cerdas dengan memiliki pemikiran atau ide-ide yang terus berkembang yang erat kaitannya dengan pembangunan Negara sesuai dengan moral serta karakter bangsa. Beliau meyakini bahwa budaya adalah sumber dari pendidikan. Dan dengan budaya itulah Negara akan mempunyai karakter/jati dirinya. Dahulu pendidikan di Indonesia terkenal dengan kearifan lokalnya, namun memasuki zaman sekarang kearifan local itu lama-lama kian memudar dan dilupakan oleh bangsa Indonesia.
Sedangkan UNESCO dalam konsep pendidikannya lebih mementingkan prosesnya daripada memanusiakan manusia. Sehingga pendidikan lebih bersifat individualis dan tidak memperhatikan budaya dan moral-moral untuk membangun pendidikan. Konsep yang perlu kita contoh dari UNESCO adalah learning to do dan learning to be, yaitu mengambil point untuk mengarahkan manusia ke dalam bakatnya dengan menyediakan fasilitas dan mendesainnya dengan sempurna serta menciptakan rasa percaya diri yang tinggi. Selain itu konsep dari UNESCO yang lainnya telah ada dalam konsep Ki Hadjar Dewantara.
Untuk konsep pendidikan di Jepang tidak jauh berbeda dengan konsep pendidikan yang ada di Indonesia. Namun di Jepang masyarakatnya lebih mempunyai kesadaran diri yang tinggi mengenai pendidikan. Sehingga Negara ini benar-benar berhasil menggunakan dan menerapkan konsep pendidikannya, yaitu pendidikan yang luhur yang berkebajikan dan mencerdaskan. Dan juga mewajibkan sistem wajib belajar. Seimbangnya tujuan pendidikan untuk kebajikan dan kecerdasan di Jepang membuat Negara ini terus mengalami perkembangan yang luar biasa dari tahun ke tahun. Kerjasama yang baik antara pemimpin, masyarakat, dan pendidik menimbulkan keberhasilan yang luar biasa dalam pembangunan Negara di Jepang. Selain itu masyarakat Jepang mempunyai kesadaran diri yang tinggi pentingnya membaca untuk mengembangkan pendidikan. Itulah hal yang patut bangsa Indonesia contoh, gemar membaca.
Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan di Indonesia tidak kalah bagusnya dengan konsep pendidikan UNESCO dan Jepang. Malah bisa dikatakan bahwa konsep pendidikan di Indonesia lebih lengkap dan baik daripada UNESCO karena konsep pendidikan di Indonesia dapat mencakup semua aspek pendidikan di kehidupan sehari-hari/nyata dan tentunya sesuai dengan karakter bangsa. Konsep pendidikan di Indonesia mengikutsertakan/mementingkan  manusia, proses belajar, budaya, dan norma-norma yang ada di masyarakat. Sedangkan konsep pendidikan UNESCO semata hanya mengikutsertakan/mementingkan prosesnya dan hasilnya tanpa mempedulikan karakter manusianya tentang moral dan budayanya. Jika dibandingkan dengan Jepang, konsep pendidikan di Indonesia mempunyai kemiripan karena sama-sama bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa yang memiliki moral. Perbedaannya hanya pada kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan serta budaya membacanya.

BAB III KESIMPULAN
C  Konsep Ki Hadjar Dewantara yang tidak kalah bagusnya dengan UNESCO dan Jepang.
C  Bangsa Indonesia harusnya mulai menumbuhkan dan menerapkan kembali konsep-konsep pendidikan yang telah Ki Hadjar Dewantara cetuskan. Karena konsepnya tentang pendidikan begitu brilliant dan akan menjadi kekuatan yang luar biasa jika semua lini kehidupan di Indonesia menerapkan konsepnya dalam dunia pendidikan serta kehidupan sehari-hari.
C  Kembali ke ajaran Ki Hadjar Dewantara adalah ramuan untuk menyadarkan pendidik dan masyarakat akan kesalahan mendidik generasi muda. Sehingga segera tersadar untuk segera membenahinya.
C  Bangsa Indonesia perlu menyaring dengan teliti akan konsep pendidikan yang diambil dari Negara lain, harus mempertimbangkan dengan budaya, norma-norma, dan kondisi masyarakat Indonesia.
C  Bangsa Indonesia perlu mencontoh dari Jepang atas kesadaran dan semangat tentang pentingnya pendidikan, kegemaran membaca buku, dan semangat untuk bangkit serta benar-benar menerapkan konsep pendidikan yang sudah ada di negaranya.