Nama : Ani Marisah
NIM :
2012002109
Kelas : PBI-6C
ACADEMIC
PAPER
PERBANDINGAN
KONSEP PENDIDIKAN DI INDONESIA DENGAN UNESCO DAN JEPANG
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan adalah hal
terpenting yang harus dibangun sejak usia dini untuk mewujudkan manusia-manusia
yang berkualitas dalam membangun pembangunan negara. Tuntutan masyarakat akan kebutuhan pendidikan membuat
pendidikan terus berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan
menjadi kunci kemajuan dan keberhasilan dari suatu pembangunan sebuah negara. Dalam
mewujudkan proses dan sistem pendidikan yang mempunyai karakter, harus sesuai
dengan keadaan masyarakat Indonesia dan diperlukan penerapan konsep-konsep
pendidikan seperti Ki Hadjar Dewantara.
Pada era globalisasi ini pendidikan terus berkembang, dan sangat dengan
mudahnya kita bisa mempelajari konsep pendidikan di negara lain. Namun sangat
disayangkan karena masyarakat Indonesia kurang bisa memfilter
materi-materi/konsep yang masuk ke Indonesia. Semakin banyaknya masyarakat
Indonesia yang mulai mengadopsi konsep-konsep pendidikan dari luar negeri,
misalnya konsep pendidikan dari UNESCO membuat pendidikan di Indonesia
kehilangan karakternya, contohnya kearifan lokal. Akibatnya banyak pejabat atau
petinggi negara yang menyeleweng dari tanggungjawab tugasnya. Sebagai generasi
muda seharusnya kita segera tersadar dengan keadaan pendidikan zaman sekarang
ini yang membuat pendidikan di Indonesia mengalami masalah yang mengakibatkan
bangsa dan masyarakat kehilangan jatidirinya. Kita harus mampu melihat, kritis,
dan mulai membenahi pendidikan di Indonesia dengan kembali menerapkan
konsep-konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara sehingga aspek-aspek sosialitas
dan kemanusiaan mulai tumbuh kembali.
B.
Rumusan
Masalah
Ø
Konsep
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Ø
Konsep
Pendidikan UNESCO
Ø
Konsep
Pendidikan Fukuzawa Yukichi
Ø Perbedaan konsep-konsep pendidikan di Indonesia (Ki
Hadjar Dewantara), UNESCO, dan Jepang (Fukuzawa Yukichi)
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Pendidikan di Indonesia (Ki Hadjar Dewantara)
Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Konsep pendidikan
Ki Hadjar Dewantara adalah eksistensi manusia. Filsafat eksistensialisme menyebutkan bahwa manusia bersifat
terbuka dalam arti manusia adalah eksistensi yang tidak pernah selesai untuk
dibentuk. Eksistensi
manusia adalah potensi
kemanusiaan yang tidak pernah selesai untuk berkembang.
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia
(humanisasi), humanisasi menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia,
dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, berbudaya, dan sebagai manusia
yang utuh berkembang (pengangkatan manusia ke taraf insani). Manusia sebagai makhluk yang utuh
terdiri dari besaran fisikal, psikologikal dan spiritual. Dalam besaran-besaran
tersebut terdapat sifat universalitas, kemerdekaan, dan martabat. Juga memuat
potensi kemanusiaan yang kompleks yaitu daya cipta (kognitif), rasa (afektif),
dan karsa (konatif). Bahasa asingnya, “educate the head, the heart, and the
hand !”
Berdasarkan konsep eksistensi manusia tersebut Ki Hadjar
Dewantara mengembangkan prinsip-prinsip yang bersifat konsepsional,
operasional, dan fatwa. Sehingga memunculkan ajaran-ajaran yang mulia untuk
proses pendidikan sesuai dengan kepribadian dan kebudayaan bangsa yang akan
membangun karakter bangsa. Ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut ialah :
1.
Yang
bersifat konsepsional :
-
Tri
Pusat Pendidikan ( kegiatan pendidikan yang dilakukan di dalam keluarga, di
sekolah dan di dalam masyarakat)
-
Sistem
Among dengan semboyan Tut Wuri Handayani (suatu sistem pendidikan yang berjiwa
kekeluargaan dan bersendi kodrat alam dan kemerdekaan atau biasa
-
Trikon;
kontinyu, konsentris, dan konvergen (kontinyu artinya bahwa pembelajaran dan pengolahan budaya harus
berkesinambungan tiada terputus, dan itu akan memberi manfaat bagi kita dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Konvergen artinya dalam olah budaya, kita
dapat mengambil/mengadopsi budaya luar yang bermanfaat untuk dialkulturisasi
dengan budaya kita. Konsentris artinya dalam pergaulan budaya global, kita
harus selalu berorientasi pada akar budaya sendiri sebagai sumber kepribadian).
-
Trilogi
Kepemimpinan; Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani (dalam bidang pendidikan biasa diintreprestasikan dengan fungsi guru
sebagai teladan, dinamisator, dan motivator. Dalam bidang politik dan
kemasyarakatan diartikan sebagai menjadi seorang pemimpin harusnya bisa
memberikan contoh teladan, di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama, di
belakang memberi daya semangat dan dorongan)
2.
Yang
bersifat operasional :
-
Tri
Pantangan : pantang menyalahgunakan kekuasaan/wewenang, pangtang
menyalahgunakan keuangan, pantang melanggar kesusilaan.
-
Tri
sentra pendidikan : pendidikan di keluarga, sekolah, dan masyarakat
-
Tri
Hayu : mamayu hayuning sarira, bangsa, manungsa (Apapun yang diperbuat oleh seseorang,
hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya dan
bermanfaat bagi umat manusia di dunia pada umumnya).
-
Tri
Saksi Jiwa : cipta, rasa, karsa (Kognitif/pikiran, afektif/perasaan,
konatif/niat,perbuatan yang membuahkan hasil)
-
Tri
nga : ngerti, ngrasa, nglakoni (Ngerti : mengetahui dan sadar terhadap segala
macam peristiwa yang terjadi di lingkungan dan mampu menyesuaikan secara tepat
keadaan yang terjadi di sekitarnya, Ngroso : menyadari, dalam arti mampu
berpikir dan mengilhami secara mendasar berbagai aturan dan ketetapan yang akan
dilaksanakan esok. Berfikir luas dan dapat memberikan gambaran yang baik
tentang keadaan yang akan ditempuh kemudian hari, sehingga mampu bersikap
hati-hati terhadap tindak tanduk yang akan dilakukannya atau dari negara lain,
Nglakoni : mampu menindaklanjuti secara cepat, tepat, dan bersedia belajar dari
setiap orang yang ada di sekitarnya. Dalam arti bukan hanya banyak memberi
komentar atau memberikan ide-ide saja namun mampu melaksanakan setiap
gagasan-gagasan dan aturan yang telah disepakati),
-
Tri
ko : kooperatif, konsultif, dan korektif
-
Tri
Juang : berjuang memberantas kebodohan, kemiskinan, dan ketertinggalan
-
Tri
N : niteni, nirokke, nambahi (Niteni
: memahami apa yang telah terjadi dan di ajarkan dari hal yang terkecil,
Nirokke : menirukan ilmu/ajaran yang telah kita dapat, Nambahi : menambahi
ilmu/ajaran yang telah didapat guna menaikkan kualitas bangsa agar mempunyai
karakter dan berbeda dari Negara lain)
3.
Yang
berupa fatwa :
-
Lawan
sastra ngesti mulya : dengan ilmu pengetahuan/budaya mencita-citakan
kebahagiaan, dan kesejahteraan
-
Suci
Tata Ngesti Tunggal : Dengan suci hati, dalam keadaan yang teratur, tertib,
mencita-citakan persatuan, kesempurnaan.
-
Ning-neng-nung-nang
: dengan fikiran yang hening, tenang, diam tidak mudah emosi, memiliki
keteguhan, kekuatan hati akhirnya memperoleh kemenangan.
-
Ngandel-kendel-bandel-kandel
:percaya kepada Tuhan, percaya diri, berani karena benar, tahan banting tidak
mudah putus asa, dan tebal kepercayaan serta imannya.
-
Bibit-bebet-bobot
: dalam membentuk keluarga yang baik dan sejahhtera perlu memperhatikan : bibit
(anak), bebet (orangtua, asal usul dari keluarga baik ataukah tidak, mempunyai
penyakit menurun ataukah tidak, dst), bobot (mutu atau kualitas )
-
Hak
diri untuk menuntut salam dan bahagia : setiap orang mempunyai hak untuk
memperoleh kebahagiaan, dan kesejahteraan.
-
Alam
hidup manusia adalah alam hidup perbuatan : bahwa manusia hidupnya tidak
terlepas dari keadaan alam, ekologi. Manusia yang mampu menyatu dengan alam
itulah yang dapat bahagia.
-
Dengan
bebas dari segala ikatan dan dalam kesucian, kita berhamba kepada anak
-
Tetep-antep-mantep
: Tetep, ketetapan hati tetap pada pendirinnya tidak tergoyahkan oleh pengaruh
negatif; antep, mempunyai bobot alias bermutu; mantep, tetap pada pilihannya.
B.
Konsep
Pendidikan UNESCO
UNESCO memiliki 4 konsep pendidikan dalam memgembangkan
peserta didiknya, yaitu :
1.
Learning
to know : pendidikan adalah usaha untuk mencari agar mengetahui dan menguasai informasi
yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Pendidik harus mampu berperan sebagai informator,
organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator,
dan evaluator bagi siswanya, sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar
timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu
yang ingin dikuasainya.
2.
Learning
to do : Pendidikan merupakan proses belajar untuk menguasai keterampilan, melakukan
sesuatu yang akan menghasilkan perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Maka dalam proses belajar mengajar diperlukan fasilitas dan di desain secara
aplikatif guna mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki manusia serta
bakat dan minatnya.
3.
Learning
to be : Pendidikan diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan
jatidiri, pengembangan diri secara maksimal dengan di dasari rasa percaya diri.
Menyangkut bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi
anak, dan kondisi lingkungannya. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan
kaidah yang berlaku di masyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil
sebagai proses pencapaian aktualisasi diri.
4.
Learning
to live together : Pendidikan diartikan sebagai proses belajar untuk hidup
bermasyarakat. Saling memahami, menghormati dan bekerja dengan orang lain,
mengakui ketergantungan, hak dan tanggungjawab timbal balik yang melibatkan
partisipasi aktif warga. Yang mempunyai tujuan bersama menuju kerekatan sosial,
perdamaian dan semangat kerjasama demi kebaikan bersama/ Negara.
C. Konsep
Pendidikan di Jepang (Fukuzawa Yukichi)
Pendidikan tidak dapat dipisahkan
dengan kebudayaan. Pendidikan adalah sesuatu yang luhur karena di
dalamnya mengandung misi kebajikan dan mencerdaskan. Pendidikan merupakan proses
kegiatan belajar-mengajar dan proses penyadaran serta sarana untuk menjadikan
manusia sebagai “manusia yang sadar diri” dalam generasi itu. Artinya,
menjadikan manusia itu “mengerti” apa yang seharusnya diperbuat dan apa yang
tidak, memahami yang baik dilakukan dan yang jelek ditinggalkan, serta
mengetahui mana yang merupakan hak dan mana kewajiban.
Pendidikan di Jepang di lakukan di
kuil. Pendidikan dilaksanakan dengan system wajib belajar :
Ø Pertama,
sekolah dasar (SD) wajib selama enam tahun dan tidak dipungut biaya. Bertujuan
untuk menyiapkan anak menjadi warga yang sehat, aktif menggunakan pikiran, dan
mengembangkan kemampuan pembawaannya.
Ø Kedua,
sesudah SD ada sekolah lanjutan pertama selama tiga tahun, punya tujuan untuk
mementingkan perkembangan kepribadian siswa, kewarganegaraaan, dan kehidupan
dalam masyarakat serta mulai diberikan kesempatan belajar bekerja.
Ø Ketiga,
setelah sekolah lanjutan pertama, ada sekolah lanjutan selama tiga tahun.
Bertujuan untuk menyiapkan siswa masuk perguruan tinggi dan memperoleh
keterampilan kerja.
Ø Keempat,
universitas harus berperan secara potensial dalam mengembangkan pikiran liberal
dan terbuka bagi siapa saja, bukan pada sekelompok orang.
Pendidikan dimulai dengan
kesejahteraan siswa dan guru sehingga menciptakan korelasi yang saling
mendukung dan berkualitas. Pendidikan di Jepang mengajarkan untuk saling
menghargai jasa orang lain, pekerjaan orang lain, perlunya setiap orang harus
berusaha, punya semangat yang tidak pernah luntur, tahan banting, dan tidak mau
menyerah oleh keadaan, yang terkenal dengan semangat bushido (semangat
kesatria).
Pendidikan di Jepang adalah bangsa
literal dan minat baca yang tinggi Masyarakat di Jepang mempunyai kesadaran
yang tinggi akan pendidikan sehingga mereka rajin untuk membaca. Membaca bagi
kebanyakan orang Jepang bukan merupakan kegiatan yang dipaksakan, tetapi karena
dalam diri mereka telah tertanam suatu sifat kebutuhan akan bacaan. Ciri utama
bangsa Jepang yaitu kehausan yang tak pernah puas akan pengetahuan. Sebagai.
Jepang dan masyarakatnya mempunyai
prinsip pendidikan seperti :
Ø Pertama,
perhatian pada pendidikan datang dari pelbagai macam pihak.
Ø Kedua,
sekolah Jepang tidak mahal.
Ø Ketiga, di
Jepang tidak ada diskriminasi terhadap sekolah.
Ø Keempat,
kurikulum sekolah Jepang amat berat.
Ø Kelima,
sekolah sebagai unit pendidikan.
Ø Keenam,
guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan.
Ø Ketujuh,
guru Jepang penuh dedikasi.
Ø Kedelapan,
guru Jepang merasa wajib memberi pendidikan “manusia seutuhnya”.
Ø Terakhir,
guru Jepang bersikap adil.
Dengan prinsip-prinsip tersebut
akhirnya membuat pendidikan di Jepang mempunyai kesadaran dan potensi yang luar
biasa, yaitu :
(1) Minat masyarakat yang besar sekali pada
pendidikan;
(2) prestasi kognitif dan motivasi siswa relatif
setaraf;
(3) prestasi kognitif siswa rata-rata tinggi;
(4) munculnya pelajaran ide egalitarianisme;
(5) perubahan sosial yang egalitarian;
(6) timbulnya kesamaan yang sama bagi semua lapisan
masyarakat.
D. Perbedaan
Konsep-Konsep Pendidikan di Indonesia (Ki Hadjar Dewantara), UNESCO, dan Jepang
(Fukuzawa Yukichi)
Indonesia menggunakan
konsep eksistensi manusia = potensi
kemanusiaan yang tidak pernah selesai untuk berkembang.
Menurut saya berarti memiliki arti bahwa dalam dunia pendidikan, manusia tidak
hanya mementingkan proses belajar-mengajar saja yang sekedar tahu, mengerjakan,
mengembangkan keterampilan, menjadi diri sendiri, memahami namun juga
mementingkan kebudayaan serta norma-norma yang berlaku di Indonesia untuk
membangun manusia yang cerdas dengan memiliki pemikiran atau ide-ide yang terus
berkembang yang erat kaitannya dengan pembangunan Negara sesuai dengan moral
serta karakter bangsa. Beliau
meyakini bahwa budaya adalah sumber dari pendidikan.
Dan dengan budaya itulah Negara akan mempunyai karakter/jati dirinya. Dahulu
pendidikan di Indonesia terkenal dengan kearifan lokalnya, namun memasuki zaman
sekarang kearifan local itu lama-lama kian memudar dan dilupakan oleh bangsa
Indonesia.
Sedangkan UNESCO dalam
konsep pendidikannya lebih mementingkan prosesnya daripada memanusiakan
manusia. Sehingga pendidikan lebih bersifat individualis dan tidak
memperhatikan budaya dan moral-moral untuk membangun pendidikan. Konsep yang
perlu kita contoh dari UNESCO adalah learning to do dan learning to be, yaitu
mengambil point untuk mengarahkan manusia ke dalam bakatnya dengan menyediakan
fasilitas dan mendesainnya dengan sempurna serta menciptakan rasa percaya diri
yang tinggi. Selain itu konsep dari UNESCO yang lainnya telah ada dalam konsep
Ki Hadjar Dewantara.
Untuk konsep pendidikan
di Jepang tidak jauh berbeda dengan konsep pendidikan yang ada di Indonesia.
Namun di Jepang masyarakatnya lebih mempunyai kesadaran diri yang tinggi
mengenai pendidikan. Sehingga Negara ini benar-benar berhasil menggunakan dan
menerapkan konsep pendidikannya, yaitu pendidikan yang luhur yang berkebajikan
dan mencerdaskan. Dan juga mewajibkan sistem wajib belajar. Seimbangnya tujuan
pendidikan untuk kebajikan dan kecerdasan di Jepang membuat Negara ini terus
mengalami perkembangan yang luar biasa dari tahun ke tahun. Kerjasama yang baik
antara pemimpin, masyarakat, dan pendidik menimbulkan keberhasilan yang luar
biasa dalam pembangunan Negara di Jepang. Selain itu masyarakat Jepang
mempunyai kesadaran diri yang tinggi pentingnya membaca untuk mengembangkan
pendidikan. Itulah hal yang patut bangsa Indonesia contoh, gemar membaca.
Dari perbedaan tersebut
dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan di Indonesia tidak kalah bagusnya
dengan konsep pendidikan UNESCO dan Jepang. Malah bisa dikatakan bahwa konsep
pendidikan di Indonesia lebih lengkap dan baik daripada UNESCO karena konsep
pendidikan di Indonesia dapat mencakup semua aspek pendidikan di kehidupan
sehari-hari/nyata dan tentunya sesuai dengan karakter bangsa. Konsep pendidikan
di Indonesia mengikutsertakan/mementingkan
manusia, proses belajar, budaya, dan norma-norma yang ada di masyarakat.
Sedangkan konsep pendidikan UNESCO semata hanya mengikutsertakan/mementingkan
prosesnya dan hasilnya tanpa mempedulikan karakter manusianya tentang moral dan
budayanya. Jika dibandingkan dengan Jepang, konsep pendidikan di Indonesia
mempunyai kemiripan karena sama-sama bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa yang
memiliki moral. Perbedaannya hanya pada kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan serta budaya membacanya.
BAB
III KESIMPULAN
C Konsep
Ki Hadjar Dewantara yang tidak kalah bagusnya dengan UNESCO dan Jepang.
C Bangsa
Indonesia harusnya mulai menumbuhkan dan menerapkan kembali konsep-konsep
pendidikan yang telah Ki Hadjar Dewantara cetuskan. Karena konsepnya tentang
pendidikan begitu brilliant dan akan menjadi kekuatan yang luar biasa jika
semua lini kehidupan di Indonesia menerapkan konsepnya dalam dunia pendidikan
serta kehidupan sehari-hari.
C Kembali ke
ajaran Ki Hadjar Dewantara adalah ramuan untuk menyadarkan pendidik dan
masyarakat akan kesalahan mendidik generasi muda. Sehingga segera tersadar
untuk segera membenahinya.
C Bangsa
Indonesia perlu menyaring dengan teliti akan konsep pendidikan yang diambil
dari Negara lain, harus mempertimbangkan dengan budaya, norma-norma, dan
kondisi masyarakat Indonesia.
C Bangsa
Indonesia perlu mencontoh dari Jepang atas kesadaran dan semangat tentang
pentingnya pendidikan, kegemaran membaca buku, dan semangat untuk bangkit serta
benar-benar menerapkan konsep pendidikan yang sudah ada di negaranya.